Terapi Sensorik untuk Anak Autis: Manfaat dan Cara Penerapannya

Info Kesehatan Terbaru – Setiap anak itu unik. Tapi ketika berbicara soal anak dengan spektrum autisme, keunikan itu terasa lebih dalam, lebih kompleks, dan kadang… bikin kita mengernyit bingung sekaligus kagum. Salah satu tantangan yang kerap dihadapi orang tua maupun guru adalah soal sensitivitas anak autis terhadap rangsangan sensorik. Ada yang gampang kaget sama suara kipas angin, ada juga yang justru ketagihan sentuhan atau suka membaui benda-benda aneh. Nah, di sinilah terapi sensorik berperan.

Terapi sensorik bukan hal baru, tapi masih sering bikin orang awam bertanya-tanya, “Itu terapi yang kayak gimana sih?” Jawabannya, sebenarnya cukup sederhana: terapi ini dirancang untuk membantu anak merespons rangsangan sensorik dengan cara yang lebih adaptif. Bayangkan saja tubuh kita seperti radio—kalau gelombangnya ngaco, suara bisa sember atau malah hening. Terapi sensorik mencoba mengatur ulang “frekuensi” itu supaya anak bisa tune in dengan dunia di sekitarnya.

Apa Sebenarnya Terapi Sensorik Itu?

Terapi sensorik atau sensory integration therapy adalah pendekatan yang digunakan untuk membantu anak-anak—terutama mereka yang mengalami gangguan pemrosesan sensorik seperti pada anak autis—agar bisa menanggapi informasi dari lingkungan secara lebih terorganisir. Informasi itu bisa berasal dari indera sentuhan, penglihatan, penciuman, pendengaran, bahkan dari indera keseimbangan (vestibular) dan perasaan posisi tubuh (proprioseptif).

Misalnya, anak yang sangat terganggu dengan tekstur tertentu bisa belajar pelan-pelan menerima sensasi itu lewat permainan yang menyenangkan. Atau anak yang hiperaktif bisa dibantu menyalurkan energinya lewat aktivitas yang terstruktur dan menstimulasi indera tertentu. Tujuannya bukan memaksa anak berubah, tapi membantu mereka merasa nyaman di dunia yang kadang terasa terlalu bising, terlalu terang, atau terlalu ramai.

Manfaat Terapi Sensorik: Lebih dari Sekadar Main Pasir

Banyak yang berpikir terapi sensorik itu cuma main-main. Padahal, di balik mainan yang tampaknya sepele seperti ayunan, bola terapi, atau pasir kinetik, tersimpan maksud yang besar. Terapi ini bisa:

  • Meningkatkan konsentrasi dan fokus – Anak yang sebelumnya tidak bisa duduk diam lima menit, perlahan bisa mengikuti instruksi dan fokus pada tugas sederhana.
  • Mengurangi perilaku agresif atau melukai diri – Beberapa anak autis mengekspresikan stres lewat perilaku seperti menggigit tangan atau membenturkan kepala. Terapi sensorik bisa memberikan saluran ekspresi yang lebih aman.
  • Memperbaiki koordinasi motorik – Dengan kegiatan seperti melompat di trampolin atau memanjat tangga lembut, anak bisa belajar mengontrol gerakan tubuh mereka dengan lebih baik.
  • Menumbuhkan rasa percaya diri – Ketika anak merasa mampu mengatasi tantangan sensorik, ia merasa lebih percaya diri dan mandiri.
  • Meningkatkan interaksi sosial – Kadang, kesulitan sensorik membuat anak menarik diri. Tapi dengan terapi yang tepat, mereka bisa mulai menikmati kebersamaan, meskipun pelan-pelan.

Cara Penerapan Terapi Sensorik di Kehidupan Sehari-hari

Yang menarik, terapi sensorik nggak selalu harus dilakukan di klinik dengan alat canggih. Justru banyak aktivitas yang bisa kita terapkan di rumah atau sekolah. Kuncinya: konsisten dan disesuaikan dengan kebutuhan anak.

  • Sudut sensorik di rumah atau kelas

Ciptakan area khusus dengan benda-benda yang bisa menenangkan atau menstimulasi anak. Bisa berupa bean bag, lampu lava, bola-bola taktil, atau kotak pasir mini. Ini jadi “tempat aman” buat anak ketika dunia terasa terlalu berisik.

  • Rutinitas yang mengandung stimulasi sensorik

Misalnya, sebelum belajar, anak diajak lompat-lompat kecil, merangkak, atau memeluk bantal besar. Aktivitas fisik ini membantu menenangkan sistem saraf dan mempersiapkan otak untuk menerima informasi.

  • Aktivitas menyentuh dan meraba

Main slime, adonan playdough, atau benda dengan berbagai tekstur bisa jadi cara untuk memperkenalkan sensasi baru. Tapi ingat, jangan paksa. Jika anak terlihat tidak nyaman, beri waktu. Kadang butuh beberapa kali percobaan sebelum anak bisa menerima.

  • Mendengarkan suara yang menenangkan

Beberapa anak sangat sensitif terhadap suara. Alih-alih mematikan semua suara, kita bisa memperkenalkan musik lembut atau white noise untuk menyeimbangkan stimulasi auditori mereka.

  • Waktu pelukan atau tekanan dalam

Bukan cuma soal kasih sayang, pelukan atau tekanan lembut pada tubuh (misalnya dengan selimut berat atau rompi khusus) bisa memberi rasa nyaman dan tenang

pada anak. Efeknya mirip seperti kita dipeluk saat sedih—ada rasa lega.

Setiap Anak, Cerita yang Berbeda

Nggak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua anak. Seperti kita yang punya preferensi sendiri-sendiri—ada yang suka kopi hitam, ada yang tim kopi susu—anak-anak autis juga punya kebutuhan sensorik yang berbeda. Beberapa butuh stimulasi, beberapa justru harus dilindungi dari overstimulasi. Yang penting adalah mengenali pola anak, mengamati respon mereka, dan tidak buru-buru mengambil kesimpulan.

Contohnya, ada seorang anak bernama Dika. Dia selalu menutup telinga kalau mendengar suara blender atau penyedot debu. Awalnya orang tuanya pikir Dika rewel, tapi setelah ikut sesi terapi, mereka tahu bahwa pendengarannya sangat sensitif. Terapi dilakukan secara bertahap dengan mengenalkan suara lewat rekaman yang volumenya diatur pelan-pelan dan akhirnya Dika bisa lebih toleran.

Atau kisah Lala, yang setiap hari suka meraba dinding atau menyentuh rambut temannya. Terlihat aneh bagi sebagian orang, tapi sebenarnya dia mencari sensasi sentuhan. Setelah diberi mainan taktil yang sesuai, perilaku itu perlahan berkurang.

Sebuah Proses yang Penuh Cinta

Terapi sensorik bukan solusi instan. Ia adalah proses yang butuh waktu, kesabaran, dan tentu saja… cinta yang nggak habis-habis. Kadang kita bisa merasa frustrasi, apalagi saat perubahan terasa lambat. Tapi setiap kemajuan, sekecil apa pun, adalah kemenangan. Saat anak mulai tersenyum ketika disentuh, atau bisa duduk tenang selama lima menit tanpa rewel, itu momen yang layak dirayakan.

Karena pada akhirnya, terapi sensorik bukan cuma soal mengatur pancaindra, tapi tentang membantu anak menemukan kenyamanan di dunia yang mungkin terasa terlalu asing. Dan bukankah kita semua juga mencari hal itu? Sedikit kenyamanan, dan banyak pengertian.

Jadi, buat para orang tua, guru, atau siapa pun yang mendampingi anak autis: terus berjalan, jangan menyerah. Dunia mereka mungkin berbeda, tapi bukan berarti mereka tak bisa bahagia di dalamnya. Kita hanya perlu belajar mendengar… dengan cara yang sedikit berbeda.

Terapi adalah metode perawatan yang paling efektif, aman, dan nyaman untuk mengatasi masalah kesehatan seperti ini. Jika Anda memerlukan terapi, silakan hubungi tenaga medis kami. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Rumah Sehat Medical Hacking.

Jangan lewatkan kesempatan bergabung dengan lebih dari 10.897 pasien di Indonesia yang telah merasakan manfaat dan kesembuhan dari layanan kami. Konsultasikan keluhan Anda segera dan dapatkan pemeriksaan dari terapis profesional kami.

Related Posts