Memahami Autism Spectrum Disorder (ASD) di Indonesia

Jumlah penyandang Autism Spectrum Disorder di Indonesia dilaporkan terus meningkat, dengan 500 anak baru ditambahkan setiap tahun. Jumlah terakhir yang dilaporkan pada 2021 mencapai sekitar 2,4 juta anak.

Menyikapi peningkatan jumlah penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) di Indonesia

Pemerintah telah mengambil langkah signifikan dengan mendirikan pusat layanan autis. Ini merupakan sebuah langkah maju dalam perjalanan panjang mendukung anak-anak dengan ASD. Artikel ini akan menyelami lebih dalam tentang manajemen, implementasi, serta faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas program pusat layanan autis.

Dr. Imaculata, yang berpengalaman dalam mendidik anak dengan autisme dan pendiri sekolah berasrama Imaculata Autism Boarding School di Bekasi, Jawa Barat, melihat peningkatan jumlah siswa dengan autisme di sekolahnya. Sekolah tersebut baru didirikan pada tahun 2000 dengan hanya 5 siswa. Namun, jumlah siswanya terus meningkat hingga pada tahun 2021, setidaknya 600 anak autis telah mendaftar untuk masuk.

Pusat layanan autis, layaknya sebuah oasis di tengah padang pasir, memberikan harapan dan dukungan bagi anak-anak dengan ASD. Tujuan utamanya adalah menyediakan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak ini, yang mungkin mengalami tantangan baik dari segi psikologis maupun fisik.

Penanganan untuk anak ASD memerlukan pendekatan yang holistik dan kontinu, melibatkan pusat layanan, rumah, dan sekolah.

Kenapa autisme bisa menyerang anak-anak? Pada 2021 silam, dia menyatakan, “Lihat saja perilaku kita sehari-hari, hampir tidak pernah lepas dari plastik yang mengandung bisphenol A (BPA). Makanan, minuman, dan mainan semua menggunakan plastik yang mengandung BPA,” dikutip Tribunnews.

Perbandingan anak autis di Indonesia pada tahun 2000 adalah 1:500, atau satu dari lima ribu anak memiliki autisme. Empat tahun kemudian, Menteri Kesehatan Siti Fadhilah Supari mengatakan jumlah anak penyandang autis naik jadi 475 ribu.

Jumlah anak penyandang autis di Indonesia pada tahun 2006 adalah 1:150, yang berarti setiap 150 anak terdapat satu anak penyandang autis, yang berarti jumlah ini akan meningkat 300 persen dalam waktu 6 tahun. Dengan mempertimbangkan jumlah anak Indonesia pada tahun 2012, yang berjumlah 52 juta, jumlah anak penyandang autis tersebut adalah 532.200 anak.

Dengan pertambahan 53.220 anak autis setiap tahun dan 147 anak penyandang autis setiap hari, maka dalam 10 tahun sedikitnya akan mencapai 529.200 anak. Wajar jika diperkirakan akan mencapai 2,4 juta pada 2021 saja.

Sebuah studi yang ditulis oleh Jinan Zeidan dari McGill University Montreal dan tim di jurnal Autism Research pada awal Maret 2022 menemukan bahwa 1 dari 100 anak di seluruh dunia memiliki Autism Spectrum Disorder, seperti dilansir Kompas pada 5 April 2023.

Dalam publikasinya pada akhir Maret 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan penelitian Zeidan sebagai referensi untuk prevalensi autisme 1:100 anak rata-rata di seluruh dunia.

Tidak banyak penelitian yang mengaitkan senyawa BPA dengan autisme pada anak di Indonesia, tetapi hal ini bukanlah hal baru di seluruh dunia.

Terdapat lima studi yang dilakukan pada tahun 2021 tentang pengaruh BPA dan gangguan autisme pada anak. Salah satunya, yang dilakukan oleh Universitas Chulalongkorn, Universitas Tohoku, dan Universitas George Washington, dipublikasikan pada tahun 2021 di jurnal Scientific Reports dengan judul “Identify of sex-specific autism candidate genes responsible for the effects of Bisphenol A exposure in the brain.”

Asisten Profesor Dr. Tewarit Sarachana, kepala unit penelitian System Neuroscience of Autism and Psychiatric Disorder (SYNAPS) di Universitas Chulalongkorn, Thailand, menyatakan, “Banyak penelitian menunjukkan bahwa BPA dapat merusak fungsi otak, dan hal ini terkait dengan terganggunya fungsi otak pada gangguan spektrum autisme (ASD).”

Dia menyatakan bahwa para ilmuwan percaya bahwa BPA mungkin menjadi salah satu faktor risiko lingkungan utama untuk gangguan spektrum autisme.

Manajemen program pusat layanan autis di Indonesia mengedepankan kolaborasi antara ahli terapi, pendidik, dan orang tua. Pendekatan ini mendasarkan pada pemahaman bahwa setiap anak unik dan memerlukan strategi pembelajaran yang disesuaikan. Program ini dirancang untuk memfasilitasi perkembangan komunikasi, sosial, dan keterampilan akademik anak, sekaligus mengatasi tantangan perilaku yang mungkin mereka alami.

Implementasi program di pusat layanan autis melibatkan berbagai metode dan teknik pendidikan khusus. Ini termasuk terapi perilaku, pendekatan bermain, terapi wicara, dan aktivitas fisik terstruktur yang dirancang untuk mempromosikan keterampilan motorik halus dan kasar. Program ini juga seringkali mencakup pelatihan bagi orang tua dan keluarga, untuk membantu mereka mendukung pengembangan anak di rumah.

Tantangan dalam implementasi

Namun, terdapat beberapa tantangan dalam implementasi program ini. Faktor penghambat yang sering ditemui antara lain kurangnya sumber daya dan pelatihan bagi tenaga pendidik, serta stigma sosial terhadap ASD yang masih cukup kuat di beberapa komunitas. Sementara itu, faktor pendukung meliputi ketersediaan fasilitas yang memadai, kesadaran masyarakat yang meningkat tentang ASD, dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan.

Sangat penting untuk terus mengadvokasi peningkatan kualitas layanan autis. Hal ini termasuk memastikan tenaga pendidik dan terapis memiliki pelatihan yang memadai, serta mempromosikan kesadaran publik untuk mengurangi stigma. Sebagai masyarakat, kita dapat memberikan dukungan dengan terbuka belajar tentang ASD dan menerima keberagaman.

Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa setiap anak dengan ASD memiliki potensi yang luar biasa. Dengan pendekatan yang tepat dan dukungan yang kuat, mereka dapat berkembang dan berhasil. Sobat Sehat, mari kita semua berkontribusi dalam memberikan dunia yang lebih baik bagi anak-anak dengan ASD, dengan menjaga pola hidup yang teratur, istirahat yang cukup, makan yang sehat, dan aktivitas fisik yang cukup untuk menjaga kesehatan fisik dan mental kita semua.

Related Posts