Cyberbullying adalah Masalah Lama yang Menyebar di Era Digital, meski tergolong fenomena baru, kini diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius, terutama bagi anak-anak dan remaja. Meskipun media massa gencar memberitakannya, penelusuran ilmiah mengenai cyberbullying masih tertinggal. Artikel ini membahas apa yang sudah kita ketahui tentang cyberbullying, berdasarkan penelitian dari berbagai bidang. Meskipun relatif baru, cyberbullying kini diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius yang memengaruhi anak-anak dan remaja. Eksplorasi ilmiah tertinggal dari perhatian media, tetapi sintesis studi dari beberapa disiplin ilmu memungkinkan pemahaman tentang epidemiologi, fenomenologi, dimensi kesehatan mental, dan alat-alat pengelolaannya.
Melacak Jejak Cyberbullying:
Para peneliti menggunakan berbagai database untuk mengumpulkan informasi terbaru tentang cyberbullying. Mereka tak hanya mencari artikel ilmiah, tetapi juga laporan dari lembaga pemerintah dan komunitas terkait. Sebagian besar anak-anak dan remaja (20%-40%) pernah menjadi korban cyberbullying, dengan perempuan dan minoritas seksual tampaknya memiliki risiko lebih tinggi. Pelaku lebih cenderung berjenis kelamin laki-laki. Secara alami dari platform elektronik, tampaknya ada jalur yang lebih mudah menuju fenomena bully-victim (korban yang menjadi pelaku atau sebaliknya) daripada dalam bullying tradisional. Hubungan nonlinier dengan usia disarankan, tetapi data demografis secara keseluruhan masih bersifat awal. Psikopatologi yang menyertai, termasuk hubungan yang semakin terbukti dengan kecenderungan bunuh diri, umum terjadi. Beberapa pendekatan pencegahan dan pengelolaan telah diusulkan untuk membantu mencegah cyberbullying atau mengurangi efeknya.
Dampak Cyberbullying adalah :
- 20%-40% anak dan remaja pernah menjadi korban cyberbullying.
- Remaja perempuan dan minoritas seksual lebih berisiko menjadi korban.
- Pelaku cyberbullying lebih sering laki-laki.
- Korban cyberbullying lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental, bahkan berpikiran untuk bunuh diri.
Menghadapi Cyberbullying:
Cyberbullying adalah kian marak dan berdampak buruk pada kelompok rentan. Kita perlu segera mengambil langkah untuk menghadapinya. Pendekatan yang efektif harus melibatkan berbagai pihak:
- Media massa: Kampanye edukasi melalui media massa.
- Sekolah: Program anti-cyberbullying di sekolah.
- Orang tua: Pengawasan dan keterlibatan orang tua.
- Pemerintah: Regulasi untuk mencegah cyberbullying.
- Tenaga kesehatan: Identifikasi dini dan penanganan cyberbullying oleh dokter dan tenaga kesehatan mental.
Kesimpulan:
Keberadaan cyberbullying yang tampaknya merata, dampak yang tidak proporsional pada populasi rentan (misalnya, anak-anak dan minoritas seksual), keterkaitannya dengan kecenderungan bunuh diri, dan peningkatan penetrasi dan konektivitas Internet yang diharapkan menjadikannya sebagai masalah mendesak. Pendekatan multipronged kemungkinan paling berhasil dan akan mencakup: kampanye media edukatif; program di sekolah; pengawasan dan keterlibatan orangtua; tindakan legislatif; dan skrining serta intervensi berbasis bukti oleh penyedia layanan kesehatan, terutama dokter anak dan profesional kesehatan mental.
Meski penelitian lebih lanjut masih diperlukan, data yang ada menunjukkan cyberbullying sebagai masalah serius dengan konsekuensi nyata. Cyberbullying bukanlah sekadar efek samping dunia digital bagi anak dan remaja. Kita perlu bersama-sama untuk mencegah dan mengatasi cyberbullying.
He who has health, has hope; and he who has hope, has everything.” – Arabian Proverb.